MAKALAH
TREND PERDAGANGAN INTERNASIONAL
PENGARUH
MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) 2015 BAGI INDONESIA TERHADAP PERDAGANGAN
INTERNASIONAL
Dosen Pengampu : Rochiyati Murni N, SE, MP
Disusun Oleh :
Chuswatun Chasanah
13.0102.0070
PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam
konteks perekonomian suatu negara, salah satu wacana yang menonjol adalah
mengenai pertumbuhan ekonomi. Meskipun ada juga wacana lain mengenai
pengangguran, inflasi atau kenaikan harga barang-barang secara bersamaan,
kemiskinan, pemerataan pendapatan dan lain sebagainya. Pertumbuhan ekonomi
menjadi penting dalam konteks perekonomian suatu negara karena dapat menjadi
salah satu ukuran dari pertumbuhan atau pencapaian perekonomian bangsa
tersebut, meskipun tidak bisa dinafikan ukuran-ukuran yang lain. Wijono (2005)
menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan
pembangunan.
Salah
satu hal yang dapat dijadikan motor penggerak bagi pertumbuhan adalah
perdagangan internasional. Salvatore menyatakan bahwa perdagangan dapat menjadi
mesin bagi pertumbuhan ( trade as engine of growth, Salvatore, 2004). Jika
aktifitas perdagangan internasional adalah ekspor dan impor, maka salah satu
dari komponen tersebut atau kedua-duanya dapat menjadi motor penggerak bagi
pertumbuhan. Tambunan (2005) menyatakan pada awal tahun 1980-an Indonesia
menetapkan kebijakan yang berupa export promotion. Dengan demikian, kebijakan
tersebut menjadikan ekspor sebagai motor penggerak bagi pertumbuhan.
Ketika
perdagangan internasional menjadi pokok bahasan, tentunya perpindahan modal
antar negara menjadi bagian yang penting juga untuk dipelajari. Sejalan dengan teori
yang dikemukakan oleh Vernon, perpindahan modal khususnya untuk investasi
langsung, diawali dengan adanya perdagangan internasional (Appleyard, 2004).
Ketika terjadi perdagangan internasional yang berupa ekspor dan impor, akan
memunculkan kemungkinan untuk memindahkan tempat produksi. Peningkatan ukuran
pasar yang semakin besar yang ditandai dengan peningkatan impor suatu jenis
barang pada suatu negara, akan memunculkan kemungkinan untuk memproduksi barang
tersebut di negara importir. Kemungkinan itu didasarkan dengan melihat
perbandingan antara biaya produksi di negara eksportir ditambah dengan biaya
transportasi dengan biaya yang muncul jika barang tersebut diproduksi di negara
importir. Jika biaya produksi di negara eksportir ditambah biaya transportasi
lebih besar dari biaya produksi di negara importir, maka investor akan
memindahkan lokasi produksinya di negara importir (Appleyard, 2004)
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Pengertian Perdagangan Internasional
Pengertian perdagangan internasional merupakan
hubungan kegiatan ekonomi antarnegara yang diwujudkan dengan adanya proses
pertukaran barang atau jasa atas dasar suka rela dan saling menguntungkan.
Perdagangan internasional adalah perdagangan yang
dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar
kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antarperorangan
(individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau
pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Di banyak negara,
perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan
GDP.
Meskipun perdagangan internasional telah terjadi
selama ribuan tahun (lihat Jalur Sutra, Amber Road), dampaknya terhadap
kepentingan ekonomi, sosial, dan politik baru dirasakan beberapa abad
belakangan. Perdagangan internasional pun turut mendorong Industrialisasi,
kemajuan transportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan multinasional.
Menurut Amir M.S., bila dibandingkan dengan
pelaksanaan perdagangan di dalam negeri, perdagangan internasional sangatlah
rumit dan kompleks. Kerumitan tersebut antara lain disebabkan karena adanya
batas-batas politik dan kenegaraan yang dapat menghambat perdagangan.
Selain itu, kesulitan lainnya timbul karena adanya
perbedaan budaya, bahasa, mata uang, taksiran dan timbangan, dan hukum dalam
perdagangan.
B.
Ruang Lingkup Perdagangan Internasional
perdagangan
internasional melalui perpindahan barang, jasa dasi suatu negara kenegara yang
lainnya yang biasa disebut transfer of goods and services.
Perdagangan internasional
melalui perpindahan modal melalui investasi asing dari luar negeri kedalam
negeri atau yang disebut dengan transfer of capital perdagangan internasional
melalui perpindahan tenaga kerja yang berpengaruh terhadap perndapatan negara
melalui devisa dan juga perlunya pengawasan mekanisme perpindahan tenaga kerja .Perdagangan
internasional yang dilakukan melalui perpindahan teknologi yaitu dengan cara
mendirikan pabrik-pabrik dinegara lain atau yang biasa kita sebut transfer
of technology. Perdagangan internasional yang dilakukan dengan penyampaian
informasi tentang kepastian adanya bahan baku dan pangsa pasar atau yang
disebut dengan transfer of data ekonomi internasional menyangkut dengan
negara seperti:
1. Mobilitas
faktor produksi seperti tenaga kerja dan modal yang relatif lebih sukar
(imobilitas faktor produksi).
2. sistem
keuangan, perbankan, bahasa, kebudayaan serta politik yang berbeda
faktor-faktor poduksi yang dimiliki (faktor endowment) berbeda sehingga dapat
menimbulkan perbedaan harga barang yang dihasilkan.
Oleh karena itu pada dasarnya ekonomi internasional membahas tentang ketergantungan ekonomi antar negara yang pada dasarnya dipengaruhi dan mempengaruhi hubungan politik, sosial, budaya dan militer antar negara.
Ekonomi internasional berkaitan dengan perdagangan antar negara akan membahas tentang pola perdagngan internasional, teori perdagangan internasional, Foreign Direct Investment, Neraca Perdagangan, kerjasama tarif, blok perdagangan, kebijakan ekonomi internasional, sistem moneter internasional dan multinational corporation (MNC)
Oleh karena itu pada dasarnya ekonomi internasional membahas tentang ketergantungan ekonomi antar negara yang pada dasarnya dipengaruhi dan mempengaruhi hubungan politik, sosial, budaya dan militer antar negara.
Ekonomi internasional berkaitan dengan perdagangan antar negara akan membahas tentang pola perdagngan internasional, teori perdagangan internasional, Foreign Direct Investment, Neraca Perdagangan, kerjasama tarif, blok perdagangan, kebijakan ekonomi internasional, sistem moneter internasional dan multinational corporation (MNC)
C. Faktor-faktor yang mendorong perdagangan internasional
Kegiatan impor maupun ekspor semakin hari
semakin digalakan oleh masing-masing negara di dunia, hal ini menunjukan bahwa
perdagangan internasional semakin penting bagi setiap negara. Ada beberapa
faktor yang mendorong perdagangan internasional antara lain :
1.
Keinginan suatu bangsa untuk mengadakan perdagangan
dengan bangsa lain, hal ini dapat kelihatan melalui kegiatan ekonomi setiap
negara dalam mempersiapkan diri untuk menerima wisatawan manca negara.
2.
Keinginan memperoleh keuntungan (devisa) untuk
meningkatkan penerimaan negara, yang nampak melalui kegiatan promosi, di
indonesia sendiri kegiatan ini di lakukan oleh BPEN bersama pihak swasta.
3.
Adanya
kelebihan produksi suatu barang di dalam negeri mendorong bangsa untuk menjual
kelebihan produk ke luar negeri.
4.
Pemenuhan kebutuhan nasional, karena tidak semua
barang kebutuhan suatu negara dapat di penuhi dengan produk didalam
negeri.Untuk memnuhi kebutuhan dapat diatasi dengan mengimpor dari negeri lain.
5.
Keanekaragaman Kondisi Produksi Keanekaragaman kondisi
produksi merujuk kepada potensi faktor-faktor produksi yang dimiliki suatu
negara. Contohnya Indonesia, memiliki potensi besar dalam memproduksi
barang-barang hasil pertanian. Dengan kata lain, melalui perdagangan, suatu
negara dapat memperoleh barang yang tidak dapat dihasilkannya di dalam negeri.
6.
Perbedaan Selera Sekalipun kondisi produksi di semua
negara adalah sama, namun setiap negara mungkin akan melakukan perdagangan jika
selera mereka berbeda. Contohnya, Norwegia mengekspor daging dan Swedia mengekspor
ikan. Kedua negara akan memperoleh keunggulan dari perdagangan ini dan jumlah
orang yang berbahagia meningkat.
7.
Perbedaan ongkos produksi, untuk memproduksi barang
tertentu antar satu negara dengan negara-negara lain.
D. Kebaikan dan
keburukan perdagangan internasional
Perdagangan
internasional dapat menimbulkan dampak positif maupun negatif. Adapun
kebaikan-kebaikan perdagangan internasional, yaitu dapat menguntungkan berbagai
pihak antara lain:
1.
Negara yang berproduksi melebihi kebutuhan dalam
negeri dapat menjualnya (ekspor) dan dari hasil ekspor tersebut dapat digunakan
untuk mengimpor kebutuhan-kebutuhan lainnya.
2.
Negara yang berproduksi kurang atau tidak memproduksi
sama sekali produk tertentu dapat memperolehnya dari negara lain dengan jalan
mengimpor.
3.
Perdagangan luar negeri dapat mempererat persahabatan
bangsa.
4.
Perdagangan luar negeri dapat memacu pertumbuhan
ekonomi di negara berkembang.
5.
Melalui
perdagangan luar negeri dapat terjadi alih teknologi dari negara maju ke negara
berkembang.
Disamping beberapa kebaikan di atas terdapat pula beberapa dampak negatif
dari perdagangan internasional. Dampak negatif tersebut antara lain :
1.
Perdagangan internasional dapat menyebabkan suatu
negara menjadi ketergantungan kepada negara lain.
2.
Negara maju dapat mendominasi perekonomian
negara berkembang.
3.
Perdagangan internasional dapat menjadi jalur kegiatan
mata-mata (spionase).
4.
Perdagangan
internasional dapat menjadi saluran penetrasi kebudayaan, yang selanjutnya akan
mempengaruhi kebudayaan nasional suatu negara.
5.
Perdagangan
internasional dapat menimbulkan infiltrasi politik, sehingga dapat mempengaruhi
politik dan ideologi suatu bangsa.
Untuk menghindari akibat buruk dari kerja sama ekonomi dan perdagangan
dengan negara lain, maka setiap bangsa harus selau waspada dan hati-hati, bagi
bangsa indonesia sifat kehati-hatian itu telah dilakukan dengan membekali
bangsa ini dengan pandangan hidup yaitu, pacasila, UUD 1945, P 4, wawasan
nusantara dan upaya-upaya pembinaan kebudayaan nasional.
E.
Kebijaksanaan-kebijaksanaan perdagangan internasional
Setiap
negara menetapkan kebijaksanaan tertentu untuk melindungi dan mewujudkan
perdagangan dalam dan luar negerinya. Kebijaksanaan yang banyak diberlakukan
dibeberapa negara, antara lain :
1.
Politik Proteksi.
Politik Proteksi merupakan kebijaksanaan
yang diambil suatu negara dalam bidang perdagangan guna memajukan dan
melindungi perdagangan industri dalam negeri. Politik proteksi dilakukan dalam
beberapa bentuk kebijaksanaan, seperti :
a.
larangan impor komoditi tertentu,
b.
larangan ekspor komoditi tertentu,
c.
melakukan pungutan pajak impor/pajak ekspor,
d.
menetapkan kuota impor/ekspor,yaitu pembatasan jumlah
barang yang boleh di impor/di ekspor dari dan ke negara tertentu.
e.
Pengawasan devisa, yaitu dilakukan oleh bank sentral
terhadap pembayaran impor atau penggunaan devisa.
2.
Politik Perdagangan Bebas.
Dalam kebijaksanaan politik perdagangan
bebas, pemerintah tidak mengenakan tarif bea masuk bagi barang yang diimpor.
Secara umum perdagangan bebas dapat diartikan, bahwa pemerintah tidak ikut
mencampur tangan mempengaruhi pembentukan harga pasar, sebab harga pasar tergantung
pada permintaan dan penawaran.
3.
Politik Dumping
Guna memajukan produksi dalam negeri, maka
ada negara tertentu melaksanakan kebijaksanaan dumping. Kebijaksanaan dumping
adalah suatu bentuk kebijaksanaan perdagangan luar negeri dengan cara menjual
keluar negeri (ekspor) dengan harga yang lebih murah dari harga di dalam
negeri. Tujuan yang akan dicapai dengan kebijaksanaan perdagangan luar negeri
dengan cara menjual keluar negeri (ekspor) dengan harga yang lebih murah dari
pada harga didalam negeri. Tujuan yang akan dicapai dengan kebijaksanaan
dumping adalah merebut pasar diluar negeri. Kebijaksanaan dumping
dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, antara lain:
a.
Melalui penetapan tarif.
Dengan harga dumping, maka harga
ekspor barang diluar negeri menjadi lebih murah dari harga yang ditawarkan oleh
negara lain untuk produk yang sejenis. Dengan demikian pesanan dari luar negeri
akan meningkat, tujuan akhir dari kebijaksanaan dumping adalah memajukan
ekspor, meningkatkan cadangan devisa, dan memajukan produksi dalam negeri.
b.
Memberikan premi.
Kebijaksanaan premi dilakukan dalam
bentuk memberikan hadiah/potongan harga (premi) kepada pembeli luar negeri yang
bersedia mengikat kontrak pembelian. Contoh :
Tarif umum untuk komoditi tertentu adalah $ 18,- perunit, guna menarik pembeli
sebanyak mungkin, maka kepada setiap pembeli di berikan potongan harga premi 5
% per unit. Jadi, harga jual sama dengan negara lai, tetapi kepada pembeli
diberikan premi.
c.
Memberikan
subsidi.
Cara dumping adalah memberikan
subsidi kepada eksportir. Contoh :
Untuk modal kredit umum, bank pemerintah menetapkan suku bunga pinjaman 18
% per tahun, berarti bank pemerintah memberikan subsidi kepada eksportir
berupa keringanan bunga pinjaman sebesar 10 % per tahun.
F. Manfaat perdagangan internasional
1.
Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di
negeri sendiri
2.
Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil
produksi di setiap negara.
Faktor-faktor tersebut diantaranya : Kondisi geografi, iklim, tingkat penguasaan iptek dan lain-lain. Dengan adanya perdagangan internasional, setiap negara mampu memenuhi kebutuhan yang tidak diproduksi sendiri.
Faktor-faktor tersebut diantaranya : Kondisi geografi, iklim, tingkat penguasaan iptek dan lain-lain. Dengan adanya perdagangan internasional, setiap negara mampu memenuhi kebutuhan yang tidak diproduksi sendiri.
3.
Memperoleh keuntungan dari spesialisasi.Sebab utama
kegiatan perdagangan luar negeri adalah untuk memperoleh keuntungan yang
diwujudkan oleh spesialisasi. Walaupun suatu negara dapat memproduksi suatu
barang yang sama jenisnya dengan yang diproduksi oleh negara lain, tapi ada
kalanya lebih baik apabila negara tersebut mengimpor barang tersebut dari luar
negeri.
4.
Memperluas pasar dan menambah keuntungan. Terkadang,
para pengusaha tidak menjalankan mesin-mesinnya (alat produksinya) dengan
maksimal karena mereka khawatir akan terjadi kelebihan produksi, yang
mengakibatkan turunnya harga produk mereka. Dengan adanya perdagangan
internasional, pengusaha dapat menjalankan mesin-mesinnya secara maksimal, dan
menjual kelebihan produk tersebut keluar negeri.
5.
Transfer teknologi modern. Perdagangan luar negeri
memungkinkan suatu negara untuk mempelajari teknik produksi yang lebih efesien
dan cara-cara manajemen yang lebih modern.
BAB III
PEMBAHASAN
Dalam Forum Pemimpin ASEAN
disepakati untuk membentuk sebuah pasar tunggal di kawasan Asia Tenggara
pada akhir 2015 mendatang. Kebijakan ini telah lama dirumuskan sebagai sebuah
program bersama di kawasan ASEAN. Diawali pada KTT ASEAN ke-2 tanggal 15
Desember 1997 di Kuala Lumpur, Malaysia, dengan disepakatinya Visi ASEAN 2020.
Para kepala Negara ASeAN menegaskan bahwa ASEAN akan :
1.
menciptakan kawasan ekonomi ASEAN yang stabil, makmur
dan memiliki daya saing yang tinggi yang ditandai dengan arus lalu lintas
barang, jasa dan investasi yang bebas, pembangunan ekonomi yang merata serta
mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosuial ekonomi.
2.
mempercepat liberalisasi perdagangan di bidang jasa,
dan
3.
meningkatkan pergerakan tenaga professional dan jasa
lainnya secara bebas di kawasa ASEAN. Selanjutnya pada beberapa KTT berikutnya
(KTT ke 6 dan 7) para pemimpin ASEAN menyepakati berbagai langkah untuk
mewujudkan visi tersebut.
Pada KTT ASEAN yang ke 9 di Bali,
Indonesia pada tahun 2003, para Pemimpin ASEAN menyepakati pembentukan ASEAN
Community dalam bidang keamanan politik, ekonomi dan social budaya yang dikenal
dengan Bali Concord II. Untuk pembentukan Asean Economic Community pada tahun
2015, ASEAN menyepakati perwujudan diarahkan pada integrasi ekonomi kawasan
yang implementasinya mengacu pada MEA 2015.
Masyarakat Ekonomi ASEAN dilakukan
agar daya saing ASEAN meningkat serta bisa menyaingi Cina dan India untuk
menarik investasi asing. Penanaman modal asing di wilayah ini sangat dibutuhkan
untuk meningkatkan lapangan pekerjaan dan meningkatkan kesejahteraan.
Pembentukan pasar tunggal yang diistilahkan dengan Masyarakat Ekonomi Asean ini
nantinya memungkinkan satu negara menjual barang dan jasa dengan mudah ke
negara-negara lain di seluruh Asia Tenggara sehingga kompetisi akan semakin
ketat
Terdapat empat hal yang akan menjadi fokus MEA pada
tahun 2015, yaitu:
1.
Pertama, negara-negara di kawasan Asia Tenggara ini
akan dijadikan sebuah wilayah kesatuan pasar dan basis produksi. Dengan
terciptanya kesatuan pasar dan basis produksi maka akan membuat arus barang,
jasa, investasi, modal dalam jumlah yang besar, dan tenaga kerja terlatih
menjadi tidak ada hambatan dari satu negara ke negara lainnya di kawasan Asia
Tenggara.
2.
Kedua, Msyarakat Ekonomi ASEAN akan dibentuk sebagai
kawasan ekonomi dengan tingkat kompetisi yang tinggi, yang memerlukan suatu
kebijakan yang meliputi competition policy, consumer protection,
Intellectual Property Rights (IPR), taxation, dan E-Commerce.
3.
Ketiga, Msyarakat Ekonomi ASEAN akan dijadikan sebagai
kawasan yang memiliki perkembangan ekonomi yang merata, dengan memprioritaskan
pada Usaha Kecil Menengah (UKM). Kemampuan daya saing dan dinamisme UKM akan
ditingkatkan dengan memfasilitasi akses mereka terhadap informasi terkini,
kondisi pasar, pengembangan sumber daya manusia dalam hal peningkatan
kemampuan, keuangan, serta teknologi.
4.
Keempat, Masyarakat Ekonomi ASEAN akan diintegrasikan
secara penuh terhadap perekonomian global. Dengan dengan membangun sebuah sistem
untuk meningkatkan koordinasi terhadap negara-negara anggota. Selain itu, akan
ditingkatkan partisipasi negara-negara di kawasan Asia Tenggara pada jaringan
pasokan global melalui pengembangkan paket bantuan teknis kepada negara-negara
Anggota ASEAN yang kurang berkembang. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan
kemampuan industri dan produktivitas sehingga tidak hanya terjadi peningkatkan
partisipasi mereka pada skala regional namun juga memunculkan inisiatif untuk
terintegrasi secara global.
Data dan fakta kesiapan Indonesia
menghadapi MEA
Untuk menghadapi tantangan masyarakat ekonomi ASEAN, Indonesia masih perlu
berbenah secara serius. Dikutip dari data Badan Pusat Statistik (BPS) per
Agustus 2013 menyebutkan bahwa postur tenaga kerja Indonesia adalah pekerja
lulusan Sekolah Dasar (SD) ke bawah berjumlah sebesar 52 juta orang (46,93%)
atau hampir setengah dari total pekerja sebesar 110,8 juta orang. Kemudian
pekerja lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebesar 20,5 juta orang (18,5%),
pekerja lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) sebesar 17,84 juta orang (16,1%).
Jumlah paling rendah ditemui pada pekerja lulusan universitas dengan jumlah
7,57 juta orang (6,83%) dan lulusan diploma sejumlah 2,92 juta orang (2,63%).
Sebagai perbandingan, menurut data Department of Statistics Malaysia
(DOSM) pada tahun 2012, jumlah tenaga kerja Malaysia adalah 13,12 juta orang
dengan postur sebesar 7,32 juta orang (55,79%) adalah lulusan sekolah menengah
dan sejumlah 3,19 juta orang (24,37%) adalah lulusan universitas dan diploma.
Negara ASEAN lainnya seperti Singapura, menurut data World Bank pada
tahun 2012 memiliki jumlah tenaga kerja sebesar 3,22 juta orang dengan pekerja
lulusan sekolah menengah sebesar 49,9% dan lulusan universitas dan diploma
sebesar 29,4%. Dari data tersebut kita dapat melihat bahwa hampir dari separuh
tenaga kerja Indonesia (46,93%) adalah low skilled labour lulusan SD
yang secara kontras dibandingkan dengan Singapura dan Malaysia yang sekitar 80%
tenaga kerjanya adalah lulusan sekolah menengah dan perguruan tinggi. Hal ini
menyiratkan ketidaksiapan Indonesia dalam pasar bebas tenaga kerja di ASEAN
jika AEC (Asean Economy Community) diberlakukan per 31 Desember 2015
nanti
Selama periode 2005-2010, total impor dari China meningkat sebesar 226,32
persen. Komposisinya mencapai 20,32 persen dari total impor Indonesia. Data
tersebut menunjukkan sepanjang 2006-2008 tercatat 1.650 industri bangkrut
karena tidak sanggup bersaing dengan membanjirnya produk China di pasar dalam
negeri. Akibatnya, sebanyak 140.584 tenaga kerja terpaksa kehilangan pekerjaan
karena perusahaan gulung tikar.
Bidang Pertanian yang telah terlebih dahulu mengalami liberalisasi juga
menunjukkan hasil serupa. Bahkan di negara agraris ini, usaha bidang pertanian
justru tidak memberikan harapan menjanjikan. Akibatnya banyak petani yang tidak
mau lagi bertani. Dalam 10 tahun terakhr jumlah petani terus menyusut. Menurut
data BPS, jumlah petani pada 2003 lalu masih mencapai 31,17 juta orang. Namun
hingga pertengahan tahun 2013 ini, jumlahnya sudah menurun menjadi 26,13 juta
orang. Ini berarti dalam sepuluh tahun terakhir ada penurunan jumlah petani
sebesar 5,04 juta orang atau ada penurunan 1,75 persen per tahun.
Penduduk berusia 15 tahun ke atas yang bekerja di sektor pertanian mengalami
penurunan dari 40,61 juta orang di tahun 2004 menjadi 39,96 juta orang pada
2013. Sementara itu, persentasenya menurun dari 43,33 persen di 2004 menjadi
35,05 persen di 2013.
Tantangan MEA untuk Indonesia
Bagi Indonesia sendiri, MEA akan menjadi kesempatan karena hambatan
perdagangan akan cenderung berkurang bahkan menjadi tidak ada. Hal tersebut
akan berdampak pada peningkatan eskpor yang pada akhirnya akan meningkatkan GDP
Indonesia. Di sisi lain, muncul tantangan baru bagi Indonesia berupa
permasalahan homogenitas komoditas yang diperjualbelikan, contohnya untuk
komoditas pertanian, karet, produk kayu, tekstil, dan barang elektronik
(Santoso, 2008). Dalam hal ini competition risk akan muncul dengan
banyaknya barang impor yang akan mengalir dalam jumlah banyak ke Indonesia yang
akan mengancam industri lokal dalam bersaing dengan produk-produk luar negri
yang jauh lebih berkualitas. Hal ini pada akhirnya akan meningkatkan defisit
neraca perdagangan bagi Negara Indonesia sendiri.
Tantangan yang dihadapi Indonesia memasuki integrasi ekonomi ASEAN tidak
hanya bersifat internal di dalam negeri tetapi dengan sesama Negara ASEAN dan
luar ASEAN seperti China dan India. Berdasarkan kinerja ekspor 2004-2008,
Indonesia berada diurutan keempat setelah Singapura, Malaysia dan Thailand dan
importer tertinggi setelah Singapura dan Malaysia.
Berikut diagram perdagangan intra ASEAN
Ancaman yang diperkirakan lebih serius lagi datang dari China. Pada tahun
2008, Indonesia mengalami defisit sebesar US$ 3600 juta. Apabila kondisi daya
saing Indonesia tak segera diperbaiki, nilai defisit perdagangan dengan China
akan semakin maningkat.(Media Indonesia, 26 November 2009).
Pada sisi investasi, kondisi ini dapat menciptakan iklim yang mendukung
masuknya Foreign Direct Investment (FDI) yang dapat menstimulus
pertumbuhan ekonomi melalui perkembangan teknologi, penciptaan lapangan kerja,
pengembangan sumber daya manusia (human capital) dan akses yang lebih
mudah kepada pasar dunia. Meskipun begitu, kondisi tersebut dapat memunculkan exploitation
risk. Indonesia masih memiliki tingkat regulasi yang kurang mengikat
sehingga dapat menimbulkan tindakan eksploitasi dalam skala besar. Tidak
tertutup kemungkinan juga eksploitasi yang dilakukan perusahaan asing dapat
merusak ekosistem di Indonesia, sedangkan regulasi investasi yang ada di
Indonesia belum cukup kuat untuk menjaga kondisi alam termasuk ketersediaan
sumber daya alam yang terkandung.
Dari aspek ketenagakerjaan, terdapat kesempatan yang sangat besar bagi para
pencari kerja karena dapat banyak tersedia lapangan kerja dengan berbagai
kebutuhan akan keahlian yang beraneka ragam. Selain itu, akses untuk pergi
keluar negeri dalam rangka mencari pekerjaan menjadi lebih mudah bahkan
bisa jadi tanpa ada hambatan tertentu. MEA juga menjadi kesempatan yang bagus
bagi para wirausahawan untuk mencari pekerja terbaik sesuai dengan kriteria
yang diinginkan. Dalam hal ini dapat memunculkan risiko ketenagakarejaan bagi
Indonesia. Dilihat dari sisi pendidikan dan produktivitas Indonesia masih kalah
bersaing dengan tenaga kerja yang berasal dari Malaysia, Singapura, dan
Thailand serta fondasi industri yang bagi Indonesia sendiri membuat Indonesia
berada pada peringkat keempat di ASEAN.
Upaya Pemerintah dalam menghadapi
MEA
Sejauh ini, langkah-langkah yang telah dilakukan oleh Indonesia berdasarkan
rencana strategis pemerintah untuk menghadapi MEA / AEC, antara lain :
1.
Penguatan Daya Saing Ekonomi.Pada 27 Mei 2011,
Pemerintah meluncurkan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia (MP3EI). MP3EI merupakan perwujudan transformasi ekonomi nasional
dengan orientasi yang berbasis pada pertumbuhan ekonomi yang kuat, inklusif,
berkualitas, dan berkelanjutan.
2.
Program ACI (Aku Cinta Indonesia).ACI (Aku Cinta
Indonesia) merupakan salah satu gerakan ‘Nation Branding’ bagian dari
pengembangan ekonomi kreatif yang termasuk dalam Inpres No.6 Tahun 2009 yang
berisikan Program Ekonomi Kreatif bagi 27 Kementrian Negara dan Pemda. Gerakan
ini sendiri masih berjalan sampai sekarang dalam bentuk kampanye nasional yang
terus berjalan dalam berbagai produk dalam negeri seperti busana, aksesoris, entertainment,
pariwisata dan lain sebagainya. (dalam Kemendag RI : 2009:17).
3.
Penguatan Sektor UMKM.Dalam rangka meningkatkan
pertumbuhan UMKM di Indonesia, pihak Kadin mengadakan mengadakan beberapa
program, antara lainnya adalah ‘Pameran Koperasi dan UKM Festival’ pada 5 Juni
2013 lalu yang diikuti oleh 463 KUKM. Acara ini bertujuan untuk memperkenalkan
produk-produk UKM yang ada di Indonesia dan juga sebagai stimulan bagi
masyarakat untuk lebih kreatif lagi dalam mengembangkan usaha kecil serta
menengah.
Selain itu, persiapan Indonesia dari sektor Koperasi dan Usaha Kecil
Menengah (KUKM) untuk menghadapi MEA 2015 adalah pembentukan Komite Nasional
Persiapan MEA 2015, yang berfungsi merumuskan langkah antisipasi serta
melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan KUKM mengenai pemberlakuan MEA pada
akhir 2015.
Adapun langkah-langkah antisipasi yang telah disusun Kementerian Koperasi
dan UKM untuk membantu pelaku KUKM menyongsong era pasar bebas ASEAN itu,
antara lain peningkatan wawasan pelaku KUKM terhadap MEA, peningkatan efisiensi
produksi dan manajemen usaha, peningkatan daya serap pasar produk KUKM lokal,
penciptaan iklim usaha yang kondusif.
Namun, salah satu faktor hambatan utama bagi sektor Koperasi dan UKM untuk
bersaing dalam era pasar bebas adalah kualitas sumber daya manusia (SDM) pelaku
KUKM yang secara umum masih rendah. Oleh karena itu, pihak Kementrian Koperasi
dan UKM melakukan pembinaan dan pemberdayaan KUKM yang diarahkan pada
peningkatan kualitas dan standar produk, agar mampu meningkatkan kinerja KUKM
untuk menghasilkan produk-produk yang berdaya saing tinggi.
Pihak Kementerian Perindustrian juga tengah melaksanakan pembinaan dan
pemberdayaan terhadap sektor industri kecil menengah (IKM) yang merupakan
bagian dari sektor UMKM. Penguatan IKM berperan penting dalam upaya pengentasan
kemiskinan melalui perluasan kesempatan kerja dan menghasilkan barang atau jasa
untuk dieskpor. Selain itu, koordinasi dan konsolidasi antar lembaga dan
kementerian pun terus ditingkatkan sehingga faktor penghambat dapat dieliminir.
4.
Perbaikan Infrastruktur
Dalam rangka mendukung peningkatan daya saing sektor riil, selama tahun
2010 telah berhasil dicapai peningkatan kapasitas dan kualitas infrastruktur
seperti prasarana jalan, perkeretaapian, transportasi darat, transportasi laut,
transportasi udara, komunikasi dan informatika, serta ketenagalistrikan :
Ø Perbaikan
Akses Jalan dan Transportasi.
Ø Perbaikan dan
Pengembangan Jalur TIK
Ø Perbaikan
dan Pengembangan Bidang Energi Listrik.
5.
Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)
Salah satu jalan untuk meningkatkan kualitas SDM adalah melalui jalur pendidikan.
Selain itu, dalam rangka memberikan layanan pendidikan yang bermutu, pemerintah
telah membangun sarana dan prasarana pendidikan secara memadai, termasuk
rehabilitasi ruang kelas rusak berat. Data Kemdikbud tahun 2011 menunjukkan
bahwa masih terdapat sekitar 173.344 ruang kelas jenjang SD dan SMP dalam
kondisi rusak berat. (dalam Bappenas RI Buku I, 2011:36).
6.
Reformasi Kelembagaan dan Pemerintahan
Dalam rangka mendorong Percepatan Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi,
telah ditetapkan strategi nasional pencegahan dan pemberantasan korupsi jangka
panjang 2012-2025 dan menengah 2012-2014 sebagai acuan bagi seluruh pemangku
kepentingan untuk pelaksanaan aksi setiap tahunnya. Upaya penindakan terhadap
Tindak Pidana Korupsi (TPK) ditingkatkan melalui koordinasi dan supervisi yang
dilakukan oleh KPK kepada Kejaksaan dan Kepolisian.
Pasar bebas dala MEA untuk
Kepentingan Siapa?
Melihat 4 karakteristik utama yang akan dikembangkan dalam MEA, sebenarnya
yang menjadi tujuan akhir adalah terwujudnya perdagangan bebas di ASEAN. Ini
terlihat dari karakteristik ke-4 yang menjadikan ASEAN sebagai kawasan yang
terintegrasi penuh dengan ekonomi global.
Ekonomi global saat ini memang diarahkan menuju sebuah bentuk pasar bebas
sebagaimana yang digagas WTO dan tercantum dalam Bogor Goals tahun 1994.
Dalam pasar bebas semua pihak diberikan kebebasan untuk melakukan
persaingan. Tidak ada pembatasan apapun, siapa yang ingin bersaing dipersilakan
untuk masuk ke pasar tersebut. Ibarat bermain tinju, semuanya bisa masuk ke ring
tinju tanpa memperhatikan kelas-kelasnya, apakah kelas berat, kelas ringan
ataupun kelas terbang. Semua dipersilakan bermain dan bertanding secara
langsung. Maka sangat mudah dipahami siapa yang kuat dialah yang akan
memenangkan pertandingan.
Demikian pula sebenarnya yang terjadi dalam pasar bebas nantinya.
Perusahaan-perusahaan besar milik asing akan ikut bermain dan bersaing bersama
dengan perusahaan-perusahaan kelas kecil atau menengah milik masyarakat bawah.
Bisa ditebak, jika dua perusahaan besar bertarung maka perusahaan kecil
mati ditengah-tengah. Artinya, fenomena persaingan di pasar bebas hanya
berlaku untuk perusahaan raksasa di tingkat nasional dan internasional saja.
Bukan persaingan bebas untuk rakyat semuanya yang hanya memiliki perusahaan di
kelas kecil
Logika ini sangat jelas terlihat dalam fakta ketika ACFTA diterapkan
beberapa tahun yang lalu. Menteri Perindustrian MS Hidayat pernah mengungkapkan
indikasi kerugian implementasi ACFTA antara lain menurunnya produksi (industri)
sekitar 25-50 persen, penurunan penjualan di pasar domestik 10-25 persen, dan
penurunan keuntungan 10-25 persen. Selain itu juga pengurangan tenaga kerja
10-25 persen. Berdasarkan data dari Institute for Global Justice (IGJ),
penerapan ACFTA sejak 2005 telah menimbulkan berbagai persoalan perdagangan dan
industri.
Dengan melihat fakta yang ada, perusahaan-perusahaan besar yang akan
diuntungkan dalam pasar bebas ini.
Perdagangan Luar Negeri dalam Islam
Perdagangan luar negeri adalah aktivitas perdagagan antar bangsa yang
berupa ekspor dan impor. Terdapat perbedaan antara perdagangan luar negeri dan
dalam negeri. Dalam konsep Islam, perdagangan dalam negeri tidak membutuhkan
campur tangan dari Negara. Bahkan pengarahan secara langsung pun tidak
dibutuhkan. Negara hanya melakukan pengarahan secara umum, agar bisa memaksa
individu untuk terikat dengan hokum-hukum syariat. Negara akan menjatuhkan
sanksi terhadap pelaku perdagangan yang melanggar syariah Islam.
Dalam perdagangan luar negeri, Negara campur tangan untuk mencegah
keluarnya komoditi yang dibutuhkan di dalam negeri serta campur tangan terhadap
para pelaku bisnis kafir. Berdasarkan status kewarganegaraannya, para pedagang
yang terlibat dalam perdagangan luar negeri dibedakan menjadi 3, yaitu pedagang
dalam negeri Negara Islam, pedagang yang berasal dari Negara yang terikat
perjanjian dengan Negara Islam dan pedagang dari Negara yang sedang dalam
keadaan perang dengan Negara Islam.
Untuk pedagang dalam negeri, mereka mempunyai hak untuk berdagang didalam
tanpa ikatan atau syarat apapun terkecuali jika ekspor impor menimbulkan bahaya
dan kerugian untuk Negara dan ekspor impor dengan Negara yang sedang bermusuhan
dengan Negara Islam. Untuk pedagang yang berasal dari negeri yang terikat
perjanjian dengan Negara Islam, bentuk perdagangannya sesuai dengan perjanjian
yang dilakukan antar kedua Negara. Sedangkan untuk pedagang yang berasal dari
kafir harbi, tidak boleh melakukan aktifitas perdagangan kecuali jika
mendapatkan izin khusus dari Negara.
Untuk aktifitas ekspor, ada barang yang tidak boleh diekspor ke luar yaitu
barang-barang strategis yang dibutuhkan didalam negeri dan barang yang akan
memperkuat kekuatan perang Negara kafir. Selain itu, bisa dilakukan aktifitas
ekspor impor.
Ketentuan lain yang berkaitan dengan perdagangan luar negeri adalah tariff
ekspor dan impor. Kepada pedagang yang berasal dari Negara Islam tidak boleh
dikenakan tariff sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadist
Tidak akan masuk surga orang yang memungut cukai (HR Abu
Dawud)
Adapun pengambilan tariff ekspor impor dari pedagang-pedagang yang bukan
dari warga Negara Islam, hal itu boleh. Namun, Negara juga boleh membebaskannya
sesuai dengan perjanjian perdagangan yang dibuat. Ketentuan tariff bagi pelaku
bisnis kafir diterapkan dengan apa yang dipungut negaranya daari para pelaku
bisnis dalam negeri Negara Islam. Namun demikian hal itu sifatnya mubah.
Analisis
Jika ditinjau dalam perspektif hukum Islam Masyarakat Ekonomi ASEAN
menabrak beberapa ketentuan:
1.
Dengan diberlakukannya pasar bebas memungkinkan
terjadinya arus barang yang tidak terkendali. Semua barang bisa
diperjualbelikan termasuk barang-barang strategis yang dibutuhkan oleh Negara.
2.
Bentuk intervensi Negara terhadap perdagangan semakin
kecil sebagai konsekuensi dari pasar bebas. Sedangkan dalam Islam Negara harus
mengintervensi perdagangan luar negeri untuk memastikan tidak ada perdagangan
yang haram dan memastikan bentuk perdagangan tidak berbahaya dan merugikan
Negara.
3.
Dengan diintegrasikannya Masyarakat Ekonomi ASEAN
dengan Ekonomi Global sangat memungkinkan untuk terjadinya neraca perdagangan
yang defisit dan menyebabkan hancurnya industry dalam negeri. Hal tersebut
sangat membahayakan Negara dan rentan dijajah secara ekonomi.
Dilihat dari kesiapan dari pemerintah Indonesia, sangat terlihat kalau
Indonesia terkesan “terpaksa” mengikuti Masyarakat Ekonomi Asean. Persiapan
yang dilakukan lebih cenderung untuk memperkuat posisi dan kualitas Usaha Kecil
Menengah (UKM), selain peningkatan kualitas SDM dan Infrastruktur. Hal ini agak
absurd, jika kita lihat siapa saja yang akan bersaing dalam Masyarakat Ekonomi
ASEAN. Perusahaan-perusahaan besar dari Negara-negara ASEAN akan dating dan
ikut bersaing secara bebas di Indonesia. Apakah sepadan UKM dihadapkan dengan
perusahaan besar yang sarat akan modal besar. Kondisi seperti itu,
dikhawatirkan akan menghancurkan Industri kecil dan menengah itu sendiri.
Walaupun peluangnya sama untuk saling mengintervensi masing-masing Negara, akan
tetapi jika dilihat dari jumlah penduduk Indonesia merupakan Negara yang paling
besar penduduknya sehingga menjadi tujuan pemasaran yang sangat potensial.
Pelaku usaha kita bisa jadi terjajah di negeri sendiri. Seharusnya, industry
nasional yang bersifat strategis dibangun dengan sungguh-sungguh sehingga
meningkatkan daya tahan nasional terhadap ketergantungan dari Negara asing.
Adapun jumlah angkatan kerja yang besar, jika tidak dilengkapi dengan
kemampuan yang terlatih dan Industri nasional yang kuat maka tenaga kerja kita
hanya akan jadi pelengkap untuk perusahaan-perusahaan kapitalis.
Jika berkaca pada ACFTA atau komunitas ekonomi lainnya, Indonesia hanya
akan menjadi lumbung padpasar yang potensial bagi para kapitalis asing. Tanpa
membangun Industri nasional yang kuat, kita hanya akan jadi bulan-bulanan para
pemain asing yang akan membanjiri pasar domestic kita dengan produk-produk
mereka. Tidak hanya itu, invasi para pekerja asing juga akan datang secara
massiv ke Indonesia. Dengan disparitas skill yang jauh, kebijakan AEC ini hanya
akan menambah jumlah pengangguran terdidik di Indonesia.
Kondisi seperti itu, tentunya tidak hanya merugikan Indonesia tetapi juga
sangat menguntungkan bagi pihak asing sehingga Masyarakat Ekonomi ASEAN
dijadikan sarana untuk mengukuhkan hegemoni kapitalisme di Indonesia. Negara
ini seakan-akan tidak berdaya untuk menolak terlibat dalam MEA karena memang
agenda ini membawa kepentingan para kapitalis yang terselubung.
BAB IV
KESIMPULAN
1.
Tindakan bergabung dalam agenda Masyarakat Ekonomi
ASEAN merupakan kebijakan bunuh diri yang dilakukan pemerintah. Selain kondisi
perekonomian Negara yang belum siap untuk bersaing, aktifitas tersebut banyak
melanggar hukum Syara yang mengatur aktifitas perdagangan.
2.
Kondisi seperti ini karena disebabkan Indonesia tidak
membangun ekonomi industry dengan shahih. Banyak kebijakan Negara yang justru
kontraproduktif dalam membangun kemandirian ekonomi Industri seperti melakukan
privatisasi pada BUMN-BUMN yang strategis dan system pengelolaan SDA yang
terlalu bergantung pada pihak asing. Dalam kondisi yang seperti itu, sangat
sulit untuk mewujudkan kemandirian ekonomi yang berimplikasi pada
ketergantungan terhadap pihak asing yang semakin menjadi-jadi. Selain itu
kedaulatan terancam, karena memungkinkan adanya intervensi asing dalam
pembuatan kebijakan.
3.
Permasalahan ekonomi tidak bisa dilepaskan dari
permasalahan politik. Setiap kebijakan ekonomi yang berasal dari aktifitas
politik sangat dipengaruhi oleh Ideologi apa yang dianut oleh suatu Negara.
Untuk konteks Indonesia, sangat wajar kalau kebijakan kita seakan-akan disetir
oleh kepentingan asing karena pada dasarnya Indonesia tidak menganut Ideologi
yang jelas. Indonesia hanya follower ideology kapitalisme yang bersifat pasif.
Akibatnya Indonesia hanya jadi lumbung eksploitasi bagi Negara-negara kapitalis
aktif seperti Amerika, China, Jepang, dll.
4.
Untuk menjadi Negara berdaulat di bidang ekonomi,
Indonesia harus mengadopsi ideology alternative untuk menggantikan kapitalisme.
Yaitu ideology Islam. Islam mengatur setiap aktifitas kehidupan kita, termasuk
dalam masalah ekonomi seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Hanya dengan
Islam lah aktifitas kita akan diridhoi oleh Allah SWT melalui penerapan secara
komprehensif dalam Negara Khilafah Islamiyah.
DAFTAR PUSTAKA
Donald A. Ball. 2000. Bisnis Internasional. Salemba
Empat : Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar